Rabu, 03 November 2010

semua tentang Osteoporosis

A.    DEFINISI
Kelompok kerja World Health Organisation (WHO) dan konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai: penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, menyebabkan kerapuhan tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur (thief in the night).

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik. Dan fraktur osteoporosis dapat terjadi pada tiap tempat. Meskipun fraktur yang berhubungan dengan kelainan ini meliputi thorak dan tulang belakang (lumbal), radius distal dan femur proksimal. Definisi tersebut tidak berarti bahwa semua fraktur pada tempat yang berhubungan dengan osteoporosis disebabkan oleh kelainan ini. Interaksi antara geometri tulang dan dinamika terjatuh atau kecelakaan (trauma), keadaan lingkungan sekitar, juga merupakan faktor penting yang menyebabkan fraktur. Ini semua dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan rendahnya densitas tulang.

B.     KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

1)      Osteoporosis primer: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Dihubungkan dengan faktor resiko meliputi merokok, aktifitas, pubertas tertunda, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur tubuh, dan asupan kalsium yang rendah (Kaltenborn, 1992).
a)      Tipe I (post manopausal):
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’ fraktur, dan berkurangnya gigi geligi (Riggs & Melton,1986). Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut. Dimana jaringan terabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen (Kaltenborn, 1992).
b)      Tipe II (senile):
Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge (Riggs & Melton,1986). Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.8

2)      Osteoporosis sekunder: dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Penyebabnya meliputi ekses kortikosteroid, hipertirodisme, multipel mieloma, malnutrisi, defisiensi estrogen, hiperparatiroidisme, faktor genetik, dan obat-obatan. (Kaltenborn, 1992)8

Tabel. 2
Penyebab Osteoporosis Sekunder pada Dewasa6
Penyakit endokrin


metabolisme

or
Keadaan

kollagen

Penyebab metabolik
Malnutrisi
Obat-obatan
abnormal
Lain-lain
Hipogonadisme
Malabsorbsi
Keracunan Vit D
Osteogenesis imperfecta
Arthritis Reumatoid
Hiperadrenokortisme
Sindrome malnutrisi
Phenytoin
Homosistinuria due
to cystathionine
Myeloma & Ca



deficiency

Tirotoksikosis
Peny. Hati kronik
Glukokortikoid
Sindrome Ehlers-Danlos
Immobilisasi
Anorexia nervosa
Operasi lambung
Phenobarbital
sindrom Marfan
asidosis tubulus ginjal
Hiperprolaktinemia
Defisiensi Vit D
Terapi tiroid  be>

Thalassemia
Porphyria
Defisiensi kalsium
 Heparin

Mastositosis
Hipophosphatasia
Alkoholisme
Gonadotropin-

Hiperkalsiuria
(dewasa)

releasing hormone

COPD
DM tipe 1

antagonists

transplantasi Organ
Kehamilan



Cholestatis liver
Hiperparatiroid




Akromegali




*COPD = penyakit obstruksi paru kronik




C.    ETIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut.
a)      Determinan Massa Tulang
1.      Faktor genetik
2.      Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
3.      Faktor mekanis
4.      Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik
5.      Faktor makanan dan hormon
6.      Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

b)      Determinan penurunan Massa Tulang
1.      Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2.      Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi  hormonal.
3.      Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
4.      Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
5.      Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6.      Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
7.      Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
8.      Wanita
Wanita memiliki resiko yang lebih tinggi di bandingkan pria karena wanita memiliki massa menopouse

D.    PATOFISIOLOGI

Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling tulang dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang tetap terjadi. Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan osteoklas. Meskipun pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses dinamik ini meliputi resorbsi pada satu permukaan tulang dan deposisi pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan. Hal ini dipengaruhi oleh weight bearing dan gravitasi, as well as by problems seperti penyakit sistemik. Proses seluler dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik serta peptida.

Osteoblas adalah sel pembentuk tulang. Mereka membentuk dan mesekresikan kolagen (kebanyakan tipe I) dan nonkolagen organik—komponen pada fase matrik tulang. Mereka  mempunyai peranan penting pada mineralisasi matrik organik. Protein nonkolagen produksi osteoblas meliputi osteokalsin (komponen nonkolagen tulang terbesar), 20% dari total massa tulang; osteonectin; protein sialyted dan phosphorylated; dan thrombospondin. Peranan protein nonkolagen tersebut tidak diketahui tapi sintesisnya diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan 1,25 dihidroksivitamin D. Mereka juga berperan pada kemotaksis dan adhesi sel. Pada proses pembentukan matrik tulang organik, ostoblas terperangkap diantara formasi jaringan baru, kehilangan kemampuan sintesis dan menjadi osteosit.

Osteoklas adalah sel terpenting pada resorpsi tulang. Mereka digambarkan dengan ukurannya yang besar dan penampakan yang multinucleated. Sel ini bergabung menjadi tulang melalui permukaan reseptor. Penggabungan pada permukaan osteoklas tulang membentuk komparment yang dikenal sebagai “sealing zone”. Reorpsi tulang terjadi oleh kerja proteinase asam pada pusat ruang isolasi subosteoklas yang dikenal sebagai lakuna Howship. Membran plasma dari sel ini diinvaginasi membentuk ruffled border. Osteoklas mungkin berasal dari sel induk sum-sum tulang, yang juga menghasilkan makrofag-monosit. Perkembangan dan fungsi mereka dimodulasi oleh sitokin seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan interulekin-11 ( IL-11).

Remodeling tulang terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup. Jika massa tulang tetap pada dewasa, menunjukan terjadinya keseimbangan antara formasi dan resorpsi tulang. Keseimbangan ini dilaksanakan oleh osteoblas dan osteoklas pada unit remodeling tulang. Remodeling dibutuhkan untuk menjaga kekuatan tulang.
Osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh hormon sistemik dan sitokin seperti faktor lokal lain (growth factor, protaglandin dan leukotrien, PTH, kalsitonin, estrogen dan 1,25-dihydrocyvitamin D3 [1,25-(OH)D3]). PTH bekerja pada osteoblas dan sel stroma, dimana mensekresi faktor soluble yang menstimulasi pembentukan osteoklas dan resorbsi tulang oleh osteoklas. Sintesis kolagen oleh osteoblas distimulasi oleh paparan pada PTH yang intermiten, sementara paparan terus menerus pada PTH menghambat sintesis kolagen. PTH berperan penting pada aktivasi enzim ginjal 1 & agr; hidroksilase yang menghidroksilat 25-(OH)D3 menjadi 1,25-(OH)2D3.
Kalsitonin menghambat fungsi ostoklas langsung dengan mengikat reseptor afinitas tinggi; kalsitonin mungkin tidak langsung mempengaruhi fungsi osteoblas. Level Kalsitonin menurun pada wanita dibandingkan pria, tapi defisiensi kalsitonin tidak berperan pada usia—osteoporosis. Namun defisiensi estrogen menyebabkan penurunan massa tulang secara signifikan. Defisiensi estrogen dipikirkan mempengaruhi level sirkulasi sitokin spesifik seperti IL-1, tumor necross faktor- &agr; koloni granulosit—makrofag stimulating factor dan IL-6.  Bersama sitokin ini meningkatkan resorpsi tulang melalui peningkatan recruitment, diferensiasi dan aktifasi sel osteoklas.
Pada beberapa tahun pertama paska menopause terjadi penurunan massa tulang yang cepat sebesar  5 % per tahun pada tulang trabekular dan 2-3% per tahun pada tulang kortikal. Hal ini disebabkan meningkatnya aktifitas osteoklas. Selanjutnya didominasi oleh osteoblas dan hilangnya massa tulang menjadi 1-2 % atau kurang per tahun.
E.     PATOGENESIS
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pd bagian trabekula. Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda. Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd wanita 40-50 %
Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris,  dan korpus vertebra. Bagian-bagian tubuh yg sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian distal

F.     MANIFESTASI KLINIS
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala. Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti: patah tulang, punggung yang semakin membungkuk, hilangnya tinggi badan dan  nyeri punggung.
Patah tulang belakang (vertebra) dapat menyebabkan nyeri yang sangat yang menyebar kesekeliling dari punggung ke sisi tubuh. Melaui waktu bertahun-tahun, patah tulang belakang yang berulangkali dapat menyebabkan nyeri punggung bagian bawah yang kronis serta kehilangan tinggi atau pembengkokan tulang belakang, yang memberi seseorang penampakan punggung yang bongkok dari punggung bagian atas, seringkali disebut "dowager hump."
Patah tulang yang terjadi selama perjalanan dari aktivitas yang normal disebut patah tulang trauma yang minimal atau patah tulang stres. Patah tulang pinggul secara khas terjadi sebagai akibat dari trauma. Dengan osteoporosis, kepatahan tulang pinggul dapat terjadi sebagai akibat dari kecelakaan-kecelakaan yang sepele. Kepatahan tulang pinggul mungkin juga sulit untuk sembuh setelah operasi perbaikan karena kualitas tulang yang buruk

G.    DIAGNOSIS

Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.

Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang.

1)      Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit.
2)      Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.
3)      Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx. Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral.

Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan untuk memantau pengobatan osteoporosis.

Metode lain untuk mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain:
1.   Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian bawah.
2.   Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang belakang.
3.   Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
4.   Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal.

H.    PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Alendronat berfungsi: mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause, meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul, mengurangi angka kejadian patah tulang. Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu.
Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung. Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.
I.       PENCEGAHAN
1)      Kalsium yang cukup, kira-kira 800–1200 mg per hari.
2)      Vitamin D3 yang cukup.
3)      Kalsium dan Vit. D3 bisa didapatkan dari bahan makanan tapi untuk lebih praktis dan dengan dosis yang tepat, di pasaran sudah beredar EPOCALDI dengan kalsium dan Vit.D3.
4)      Olah raga yang teratur.
5)      Hindari merokok, minuman alkohol dan kafein (kopi).
6)      Melakukan pemeriksaan tulang untuk mengetahui osteporosis secara dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar